SELAMAT DATANG DI WEBSITE "CAHAYA SUKMA NING JAGAD" KAMI AKAN MELAYANI ANDA DENGAN SEPENUH HATI ("Janganlah kamu berkonsultasi kepada orang yang di rumahnya tidak terdapat makanan, karena hal tersebut menandakan tidak berfungsinya akal mereka.” (Imam Syafi’i")

KEISTIMEWAAN SHOLAT TASBIH


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
 Ini adalah kisah nyata. Suatu hari, seorang Kyai naik ojek motor. Dengan mata bathinnya, ia melihat bahwa tukang ojek yang sedang membawanya pergi sedang dilanda nestapa.




Hidupnya sangat memprihatinkan ; satu kamar dipergunakan untuk dapur dan tidur. Kepada si tukang ojek, Pak Kyai berkata, “Mas, sepertinya hidupmu sungguh prihatin?” ujar sang Kyai.



“Iya, Pak,” jawab si tukang ojek.



“Mau Bapak keluar dari keadaan ini?” tanya Kyai lagi.

“Mau sekali,” jawab tukang ojek.



“Lakukanlah Shalat Tasbih setiap hari,” saran Kyai.



Besok harinya, tukang ojek itu menjalankan apa yang diperintahkan Kyai tersebut. Karena punya keinginan kuat untuk keluar dari keadaan yang memprihatinkan, tukang ojek itu begitu rajin menjalankannya.



Satu tahun, ia sudah menjalankannya. Suatu hari, ada seorang saudagar ingin membeli tanah. Ia bertemu dengan tukang ojek ini dan mengutarakan maksudnya. Tukang ojek mengantarkan saudagar tersebut kepada pemilik yang tanahnya hendak dijual.



Singkat cerita, saudagar tersebut berhasil membeli tanah. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada tukang ojek karena telah memberikan jalan baginya. Ia pun memberikan tips kepada tukang ojek sejumlah uang yang nilainya sangat besar mencapai ratusan juta rupiah.



Dengan air mata berlinang, tukang ojek itu mendatangi kyai tersebut. Ia menangis tersedu-sedu di hadapan sang Kyai. Ia merasa shalat tasbih yang ia jalankan telah berbuah hasil. Dengan uang itu, ia pun bisa membangun rumah.



Demikianlah sepenggal kisah keistimewaan yang dialami tukang ojek. Saya yakin, banyak kisah serupa yang terjadi terkait dengan ibadah pengamalan shalat sunah tasbih.



Karena itu, apa yang bisa kita petik dari kisah diatas? Bahwa shalat tasbih ternyata membawa dampak yang sangat luar biasa dalam hidup kita. Jika kita kesusahan dalam hidup atau memiliki penyakit yang sulit disembuhkan, maka lakukan shalat tasbih dengan sungguh-sungguh.



Maka Allah pun akan memberikan jalan kepada kita. Sebab, Allah-lah Maha Penyembuh terbaik diantara semua dokter di dunia ini.



Hadits Rasulullah SAW kepada pamannya Abbas bin Abdul Muthallib yang berbunyi:



“Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Allah akan mengampuni dosamu, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.



Sepuluh sifat adalah: Engkau melaksanakan salat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka ucapkanlah: Subhanallah Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilallah Wallahu Akbar 15 kali,



Kemudian ruku’lah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali



kemudian sujudlah dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat.



Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah satu kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu” (HR Abu Daud 2/67-68)


  • Tata Cara Shalat
Secara umum, shalat tasbih sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja ada tambahan bacaan tasbih yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Lafadz ini diucapkan sebanyak 75 kali pada tiap raka’at dengan perincian sebagai berikut.
  • Sesudah membaca Al-Fatihah dan surah sebelum ruku sebanyak 15 kali,
  • Ketika ruku’ sesudah membaca do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali,
  • Ketika bangun dari ruku’ sesudah bacaan i’tidal dibaca 10 kali,
  • Ketika sujud pertama sesudah membaca do’a sujud dibaca 10 kali,
  • Ketika duduk diantara dua sujud sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali,
  • Ketika sujud yang kedua sesudah membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali,
  • Ketika bangun dari sujud yang kedua sebelum bangkit (duduk istirahat) dibaca lagi sebanyak 10 kali.
Demikianlah rinciannya, bahwa shalat Tasbih dilakukan sebanyak 4 raka’at dengan sekali tasyahud, yaitu pada raka’at yang keempat lalu salam. Bisa juga dilakukan dengan cara dua raka’at-dua raka’at, di mana setiap dua raka’at membaca tasyahud kemudian salam. Wallâhu A’lam.
  • Jumlah Raka’at
Semua riwayat menunjukkan 4 raka’at, dengan tasbih sebanyak 75 kali tiap raka’at, jadi keseluruhannya 300 kali tasbih.
  • Waktu Shalat
Waktu shalat tasbih yang paling utama adalah sesudah tenggelamnya matahari, sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Amr. Tetapi dalam riwayat Ikrimah yang diterangkan bahwa boleh malam hari dan boleh siang hari. Wallâhu A’lam.


Doa Setelah Shalat Tasbih

Saat semua rakaat shalat tasbih selesai dilaksanakan, umat muslim yang melakukannya tidak lantas pergi begitu saja namun dia harus membaca doa sehabis melakukan shalat tasbih.
Berikut ini adalah doa yang harus dilafadzkan sehabis melakukan shalat tasbih :

اللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ تَوْفِيْقَ اَهْلِ اْلهُدَى وَاَعْمَالَ اَهْلِ اْليَقِيْن وَمُنَاصَحَةَ اَهْلِ التَّوْبَةِ وَعَزَمَ اَهْلِ الصَّبْرِ وَجَدَّ اَهْلِ الْخَشْيَةِ وَطَلَبَ اَهْلِ الرَّغْبَةِ وَتَعَبُّدَ اَهْلِ الْوَرَعِ وَعِرْفَانَ اَهْلِ اْلعِلْمِ حَتىَّ اَخَافَكَ

اللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ مَخَافَةً تُحْجِزُنِى عَنْ مَعَاصِيْكَ حَتَّى اَعْمَلَ بِطَعَاتِكَ عَمَلاً اَسْتَحِقُ بِهِ رِضَاكَ وَحَتَّى اُنَاصِحَكَ فِى
التَّوْبَةِ خَوْفًا مِنْكَ وَحَتَّى اُخْلِصَ لَكَ النَّصِيْحَةَ حُبًّالَكَ وَحَتَّى اَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فِى اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا وَاُحْسِنَ الظَّنَّ بِكَ سُبْحَانَ 
خَالِقِ النُّوْرِ رَبَّنَا اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَغْفِرْلَنَا اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّّاحِمِيْن
Ayat di atas dilafadzkan seperti berikut ini
“Yaa Alloohu ya Rohmaanu yaa Rohiimu yaa Hayyu yaa Qoyyuumu yaa dzal jalaali wal-ikroom, yaa ahlat taqwaa wa ahlal maghfiroh, yaa dzaakirodz dzaakiriin, tub ‘alayya taubatan nashuuhaa, wazidnii bifadhli rohmatika nuuron wazhuhuuron wawudhuuhaa. Yaa arhamar roohimiin.”
Artinya:
“Ya Allah yang Maha Pengasih, yang Maha Penyayang, yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri, wahai Dzat yang Memiliki Keperkasaan dan Kemuliaan, Pemilik ketaqwaan dan Ampunan, wahai yang diingat para pedzikir, anugerahkanlah padaku taubat nasuha dan tambahkanlah bagiku dengan rahmat-Mu cahaya, kejelasan dan kebersihan. Wahai Dzat yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”




Keutamaan Shalat Tasbih

Sholat tasbih yang umat muslim kerjakan memiliki berbagai macam keutamaan. Keutamaan itu belum banyak diketahui oleh umat muslim. Berikut ini adalah keutamaan shalat tasbih yang harus diketahui :

  1. Sholat Yang Kalimatnya Paling Dipilih Oleh Allah SWT
Tanpa kita sadari bahwa Allah sangat menyukai bacaan tasbih sehingga DIA menjadi kalimat yang paling dipilih oleh Allah SWT. Pernah suatu kali Rasulullah ditanya oleh sahabatnya, ucapan apa yang terunggul?, Rasulullah pun menjawab dengan ucapan seperti ini :

مَا اصْطَفَى اللهُ لِمَلاَئِكَتِهِ أَوْ لِعِبَادِهِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
Yang dipilih Allah SWT terhadap para malaikat NYA dan hamba NYA merupakan ucapan : Subhanallahi wa bihamdihi’ ( HR. Muslim )
  1. Timbangan Amal Akan Berat
Ucapan tasbih ternyata bisa memberatkan timbangan amal di akhirat kelak nanti, seperti dengan apa yang disabdakan oleh Rasululah SAW seperti berikut ini :
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِى الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
“Ada dua kalimat yang keduanya ringan diucapkan di lidah namun memberatkan timbangan amal dan keduanya disukai oleh ar-Rahman, yaitu: Subhanallahi wa bi hamdihi subhanallahil azhim” ( HR. Bukhari dan HR. Muslim)
  1. Penghapus Dosa
Keutamaan sholat tasbih lainnya adalah bisa digunakan sebagai penghapus dosa. Oleh sebab itu ada syeikh yang menganjurkan untuk melakukan sholat tasbih sebelum sholat hajat agar dosa-dosanya diampuni sehingga sholat hajatnya akan diterima oleh Allah SWT.
Memohon ampunan karena dosa juga bisa melakukan shalat tahajjud yang kemudian di lanjutkan dengan shalat taubat dengan bersungguh-sungguh.
Berikut ini sabda Rasulullah SAW yang berhubungan dengan shalat tasbih atau ucapan tasbih :
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ
الْبَحْرِ
Bunyi sabda Rasulullah SAW tersebut adalah “Subhanallahi wa bi hamdihi yang dibaca sebanyak 100 kali maka Allah bisa menghapuskan kesalahan meskipun kesalahan tersebut sebanyak buih yang ada di lautan.” ( HR. Muslim dan HR. Bukhari )
  1. Memiliki Perkebunan Kurma
Umat muslim yang melaksanakan sholat tasbih akan memiliki perkebunan kurma di surga kelak. Hal tersebut sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi seperti berikut ini :
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِى الْجَنَّةِ
Bunyi dari hadist tersebut adalah “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat tasbih subhanallahil azhimi wa bi hamdihi, maka ditanamkan baginya satu pohon kurma di surga.” ( HR. at-Tirmidzi )
  1. Menghindarkan Dari Kesedihan Dan Penyakit Berat
Jaman seperti saat ini banyak sekali penyakit berat yang susah untuk disembuhkan. Salah satunya adalah penyakit stroke. Umur yang sudah tua rentan untuk terkena berbagai macam penyakit salah satunya adalah stroke. Shalat tasbih ternyata memiliki keutamaan untuk menghidarkan dari rasa sedih dan terhindar dari penyakit berat seperti stroke.
Hal tersebut berdasarkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu as-Sunni dan juga Ahmad. Dalam hadist itu diriwayatkan jika suatu kali orang muslim bernama Qabishah al-Makhariq mendatangi Rasulullah dan berkata:
 “Wahai Rasulullah, ajarkan aku beberapa ucapan atau kalimat yang dengan kalimat itu, Allah akan memberi manfaat kepadaku, karena umurku sudah tua dan aku merasa lemah dalam melakukan apapun. Rasulullah pun menjawab seperti berikut ini, Adapun untuk duniamu, maka setelah engkau selesai shalat Shubuh, ucapkanlah tasbih sebanyak tiga kali.”
Berikut ini adalah bunyi hadistnya :
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Artinya:
“Jika engkau membacanya, maka engkau terhindar dari kesedihan, kusta (lepra), penyakit biasa, belang, lumpuh akibat pendarahan otak (stroke).” ( HR. Ibnu as-Sunni dan HR. Ahmad)
  1. Shalat Tasbih Sebagai Senjata Untuk Menghadapi Persoalan Besar
Keutamaan shalat tasbih yang dilakukan oleh umat muslim bisa dijadikan sebagai senjata untuk mengatasi berbagai macam persoalan besar.
Seperti hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang mengatakan jika Rasulullah menghadapi persoalan penting, maka Rasulullah akan mengangkat kepalanya ke langit sambil mengucapkan, “Subhanallahil azhim.” Sedangkan at-Tirmidzi meriwayatkan jika beliau berdoa dengan sungguh-sungguh, maka Rasulullah akan mengucapkan,“Ya hayyu ya qoyyum.”
  1. Menjadi Senjata Saat Krisis Pangan
Shalat tabsih juga bisa digunakan sebagai sejata menghadapi krisis pangan. Suatu saat umat muslim akan menghadapi masa krisis pangan, salah satu masa krisis pangan yang akan dihadapi adalah saat Dajjal muncul di permukaan bumi. Saat itu makanan orang beriman adalah tasbih dan juga taqdis.
Seperti yang diriwayatkan oleh al-Hakim dengan hadist berikut ini :
طَعَامُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي زَمَنِ الدَّجَّالِ طَعَامُ الْمَلاَئِكَةِ: التَّسْبِيْحُ وَالتَّقْدِيْسُ، فَمَنْ كَانَ مَنْطِقُهُ يَوْمِئِذٍ التَّسْبِيْحَ أَذْهَبَ اللهُ عَنْهُ الْجُوْعَ
Artinya:
“Makanan orang beriman pada zaman munculnya Dajjal adalah makanan para malaikat, yaitu tasbih dan taqdis. Maka barangsiapa yang ucapannya pada saat itu adalah tasbih, maka Allah akan menghilangkan darinya kelaparan” ( HR. al-Hakim)

WALLOHUA'LAM BISHOWWAB.

LAILATUL QODAR


Pada dasarnya Rasulullah Muhammad saw. banyak beribadah Qiyamu Ramadhan dan menganjurkan mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan yang pada sepuluh pertamanya adalah rahmat, sepuluh tengahnya adalah ampunan dan sepuluh akhirnya adalah bebas dari neraka. Walaupun hakikatnya tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan terjadinya Lailatul Qadar, kecuali Allah swt. 

Hanya saja, Rasulullah saw. mengisyaratkan dalam sabdanya:
تَحَرَّوْا ليلة القدر في العشر الأواخر من رمضان


Carilah Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. ” (Bukhari dan Muslim)
Dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, dari Aisyah rah., ia berkata:
 كَانَ رَسُوْلُ الله إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ  هذا لفظ البخاري


Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah saw. mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli isterinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah rah. :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَجْتَهِدُ فِيْ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مَالاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ  رواه مسلم


Rasulullah saw. bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.” (HR. Muslim)
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah rah. :
أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله


Bahwasanya Nabi saw. senantiasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sampai Allah mewafatkan beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih khusus lagi, adalah malam-malam ganjil sebagaimana sabda beliau:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِفِي الْوِتْرِمِنَ الْعَشْرِالْأَوَاخِرِمِنْ رَمَضَانَ


Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan)”. (HR. Bukhari)
Dan lebih khusus lagi adalah malam-malam ganjil pada rentang tujuh hari terakhir dari bulan tersebut. Beberapa shahabat Nabi pernah bermimpi bahwa Lailatul Qadar tiba di tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah bersabda :
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ


“Aku juga bermimpi sama sebagaimana mimpi kalian bahwa Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir, barangsiapa yang berupaya untuk mencarinya, maka hendaknya dia mencarinya pada tujuh hari terakhir. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim dengan lafazh:
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي


Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir, jika salah seorang dari kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka janganlah sampai terlewatkan tujuh hari yang tersisa dari bulan Ramadhan. ” (HR. Muslim)
Yang lebih khusus lagi adalah malam 27 sebagaimana sabda Nabi tentang Lailatul Qadar :
لَيْلَةُ سَبْع وَعِشْرِيْنَ


(Dia adalah) malam ke-27. ” (HR. Abu Dawud).

Sahabat Ubay bin Ka’ab ra. menegaskan:
والله إني لأعلمها وأكثر علمي هي الليلة التي أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بقيامها هي ليلة سبع وعشرين


Demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadar) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27. (HR. Muslim)
Dengan demikian dapat diberi kesimpulan bahwa Lailatul Qadar itu ada pada sepuluh akhir Ramadhan, terutama pada malam tanggal ganjil.
Dalam hadits Abu Dzar disebutkan:
أَنَّهُ قَامَ بِهِمْ لَيْلَةَ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ، وَخَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ، وَسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ، وَذَكَرَ أَنَّهُ دَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ خَاصَّةً


Bahwasanya Rasulullah melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak shalat keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27).”
Para ulama kemudian berusaha meneliti pengalaman mereka dalam menemukan Lailatul Qadar, dan di antara ulama yang tegas mengatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H- 505 H) dan Imam Abu Hasan as-Syadzili. Bahkan dinyatakan dalam sebuah tafsir surat al-Qadr, bahwa Abu Hasan semenjak baligh selalu mendapatkan Lailatul Qadar dan menyesuaikan dengan kaidah ini.
Menurut Imam Al Ghazali, Cara Untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan atau malam pertama bulan Ramadhan :
1.) Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadhan
2.) Jika malam pertama jatuh pada malam Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan
3.) Jika malam pertama jatuh pada malam Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan
4.) Jika malam pertama jatuh pada malam Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadhan
5.) Jika malam pertama jatuh pada malam Selasa atau Jumat maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan.

Kaidah ini tercantum dalam kitab-kitab para ulama termasuk dalam kitab-kitab fiqih Syafi’iyyah. Rumus ini teruji dari kebiasaan para tokoh ulama yang telah menemui Lailatul Qadar. Formula ini diceritakan Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin; juga terdapat dalam kitab Hasyiah Sulaiman Al Kurdi juz hal 188; kitab Tafsir Shawi; kitab I’anah at-Thalibin II/257; Syaikh Ibrahim al Bajuri dalam Kitabnya Hasyiah 'Ala Ibn Qasim Al Ghazi juz I halaman 304; as Sayyid al Bakri dalam Kitabnya I'anatuth Thalibin Juz II halaman 257-258; juga kitab Mathla`ul Badrain karangan Syaikh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathoni.

Ciri-Ciri Lailatul Qadar
Tidak ada kepastian mengenai kapan datangnya Lailatul Qadar, suatu malam yang dikisahkan dalam Al-Qur’an "lebih baik dari seribu bulan". Ada Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, meyebutkan bahwa Nabi pernah ditanya tentang Lailatul Qadar. Beliau menjawab: “Lailatul Qadar ada pada setiap bulan Ramadhan." (HR. Abu Dawud).
Namun menurut hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah rah., Nabi Muhammad saw. memerintahkan:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah Lailatul Qadar itu pada tanggal ganjil dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari)
Menurut pendapat yang lain, Lailatul Qadal itu terjadi pada 17 Ramadhan, 21 Ramadhan, 24 Ramadhan, tanggal ganjil pada 10 akhir Ramadhan dan lain-lain.
Diantara hikmah tidak diberitahukannya tanggal yang pasti tentang Lailatul Qadar adalah untuk memotivasi umat agar terus beribadah, mencari rahmat dan ridha Allah kapan saja dan dimana saja, tanpa harus terpaku pada satu hari saja.
Jika malam Lailatul Qadar ini diberitahukan tanggal kepastiannya, maka orang akan beribadah sebanyak-banyaknya hanya pada tanggal tersebut dan tidak giat lagi beribadah ketika tanggal tersebut sudah lewat.
Umat Islam hanya ditunjukkan tanda-tanda kehadirannya. Di antara tanda-tanda datangnya Lailatul Qadar adalah:
1.) Pada hari itu matahari bersinar tidak terlalu panas dengan cuaca sangat sejuk, sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim.
2.) Pada malam harinya langit nampak bersih, tidak nampak awan sedikit pun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Imam Ahmad.
Dalam kitab Mu'jam at- Thabari al-Kabir disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Malam Lailatul Qadar itu langit bersih, udara tidak dingin atau panas, langit tidak berawan, tidak ada hujan, bintang tidak nampak dan pada siang harinya matahari bersinar tidak begitu panas."
Amalan-amalan untuk Mendapatkan Lailatul Qadar
Para ulama kita mengajarkan, agar mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar, maka hendaknya kita memperbanyak ibadah selama bulan Ramadhan, diantaranya:
1.) Senantiasa shalat fardhu lima waktu berjama'ah.
2.) Mendirikan shalat malam atau qiyamul lail (shalat tarawih, tahajud, dll)
3.) Membaca Al-Qur'an sebanyak-banyaknya dengan tartil.
4.) Memperbanyak dzikir, istighfar dan berdoa.
5.) Memperbanyak membaca do’a:
اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا
Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Dzat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Dzat yang Maha Pemurah.
 Doa-malam-lailatul-Qodar-
Doa khusus di Malam Lailatulqadar
Doa tersebut diterangkan di dalam hadis berikut
1. Hadis yang diriwayatkan daripada Aishah r.a.
Maksudnya: “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. bagimana kiranya saya mengetahui malam Lailatulqadar dengan tepat. Apa yang saya akan doakan pada saat itu. Baginda menjawab berdoalah dengan doa yang berikut”
Maksudnya: “Ya Allah ya Tuhanku sesungguhnya engkau sentiasa memaafkan salah silaf hamba lagi suka memaafkan oleh itu maafkanlah salah silafku. Terdapat juga beberapa doa yang disar ankan oleh para alim ulamak kita melakukannya seperti membaca doa
Orang yang beribadah pada 10 malam yang tersebut akan mendapat rahmat yang dijanjikan dan telah sabit di dalam hadis-hadis yang sahih bahawa malam Lailatulqadar ujud pada salah satu malam yang 10 itu terutama pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29. Orang-orang yang tekun beribadah di dalam masa tersebut untuk menemui malam Lailatulqadar akan mendapat rahmat yang dijanjikan itu samada ia dapat menemui atau tidak dan tidak melihat apa-apa kerana yang penting yang tersebut di dalam hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim ialah:
1. Menghayati malam tersebut dengan beribadah.
2. Beriman dengan yakin bahawa malam Lailatulqadar itu adalah benar dan dituntut menghayatinya dengan amal ibadah.
3. Amal ibadah itu dikerjakan kerana Allah semata-mata dengan mengharapkan rahmatnya dan keredaannya.
Adalah diharapkan sebelum daripada kita beramal ibadat di malam Lailatulqadar hendaklah kita bertaubat dengan sebenar-benarnya iaitu taubat nasuha dan terus beristiqamah tetap teguh mengerjakan suruhan Allah dan meninggalkan segala larangannya.
Tanda Malam Lailatulqadar
Para alim ulamak r.h. menyebutkan beberapa tanda atau alamat berhubung dengan malam Lailatulqadar:
– Ada yang berkata orang yang menemui malam Lailatulqadar ia melihat nur yang terang benderang di segenap tempat hingga di segala cerok yang gelap gelita.
– Ada pula yang berkata ia mendengar ucapan salam dan kata-kata yang lain dari Malaikat.
– Ada juga yang berkata ia melihat segala benda termasuk pohon-pohon kayu rebah sujud.
– Ada pula yang berkata doa permohonannya makbul.
Imam Tabari r.h. memilih kaul yang menegaskan bahawa semuanya itu tidak lazim dan tidak semestinya ia dapat melihatnya kerana tidak disyaratkan melihat sesuatu atau mendengarnya untuk menemui malam Lailatulqadar.

mencari-malam-lailatul-qadar
ANTARA TANDA-TANDA LAILATUL QADAR
   Lailatul Qadar merupakan satu malam yang mempunyai kelebihan lebih seribu bulan yang lain. Ini dapat kita lihat daripada apa yang telah dinukilkan oleh Allah di dalam al-Quran dalam surah al-Qadar. Begitu juga dengan apa yang telah diberitahukan oleh Rasulullah S.A.W dalam beberapa hadis yang sohih. Kita disuruh untuk menghidupkan malam lailatul qadar dan tidak membiarkannya berlalu begitu saja. Rasulullah S.A.W telah bersabda dalam hadis muttafaq ‘alaih daripada Abu Hurairah yang artinya : Sesiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar penuh keimanan dan keikhlasan akan diampun baginya dosa yang telah lalu.
Menurut imam Fakhrurrazi bahwa Allah menyembunyikan malam lailatul qadar dari pengetahuan kita sebagaimana Dia menyembunyikan segala sesuatu yang lain. Dia menyembunyikan keredhaanNya pada setiap ketaatan sehingga timbul dalam diri kita keinginan untuk melakukan semua ketaatan atau ibadat itu. Begitu juga Dia menyembunyikan kemurkaanNya pada setiap perkara maksiat agar kita berhati-hati dan menjauhi segala maksiat dan tidak memilih antara dosa besar dan kecil untuk melakukannya kerana dosa kecil jika terus dilakukan secara berterusan akan menjadi dosa besar jika kita tidak bertaubat dan berusaha meninggalkannya.
Dia menyembunyikan wali-waliNya agar manusia tidak terlalu bergantung kepada mereka dalam berdoa sebaliknya berusaha sendiri dengan penuh keikhlasan dalam berdoa untuk mendapatkan sesuatu daripadaNya kerana Allah menerima segala doa orang yang bersungguh-sungguh dan tidak mudah berputus asa. Dia menyembunyikan masa mustajab doa pada hari Jumaat supaya kita berusaha sepanjang harinya. Begitulah juga Allah menyembunyikan penerimaan taubat dan amalan yang telah dilakukan supaya kita sentiasa istiqamah dan ikhlas dalam beramal dan sentiasa bersegera dalam bertaubat.
Demikianlah juga dengan penyembunyian malam lailatul qadar agar kita membesarkan dan menghidupkan keseluruhan malam Ramadhan dalam mendekatkan diri kepadaNya bukan hanya sekadar menunggu malam lailatu qadar sahaja untuk beribadat dan berdoa.
Tetapi inilah penyakit besar yang menimpa umat Islam yang menyebabkan malam-malam Ramadhan lesu kerana mereka hanya menanti malam yang dianggap malam lailatul qadar sahaja untuk beribadat. Kerana mengejar kelebihan lailatul qadar yang mana kita tidak mengetahui masanya yang tertentu menyebabkan kita terlepas dengan kelebihan Ramadhan itu sendiri yang hanya datang setahun sekali.
Antara tanda-tanda dalam mengetahui malam lailatul qadar adalah berdasarkan beberapa hadis di bawah :
1. Abi Ibnu Ka’ab telah meriwayatkan bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda mengenai lailatul qadar yang artinya : Sesungguhnya matahari yang keluar pada hari itu tidak begitu bercahaya (suram). – Hadis riwayat imam Muslim dalam kitab puasa –
2. Telah diriwayatkan daripada Nabi S.A.W bahawa baginda telah bersabda yang artinya : Sesungguhnya tanda-tanda lailatul qadar, bahawa malamnya bersih suci seolah-olah padanya bulan yang bersinar, tenang sunyi, tidak sejuk padanya dan tidak panas, tiada ruang bagi bintang untuk timbul sehingga subuh, dan sesungguhnya tanda-tandanya matahari pada paginya terbit sama tiada baginya cahaya seperti bulan malam purnama tidak membenarkan untuk syaitan keluar bersamanya pada hari itu. – Hadis riwayat imam Ahmad dengan isnad jayyid daripada Ibadah bin As-Somit –
3. Dalam Mu’jam At-Tobarani Al-Kabir daripada Waailah bin Al-Asqa’ daripada Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Malam lailatul qadar bersih, tidak sejuk, tidak panas, tidak berawan padanya, tidak hujan, tidak ada angin, tidak bersinar bintang dan daripada alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya(suram).
4. Telah meriwayat Al-Barraz dalam musnadnya daripada Ibn Abbas bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Malam lailatul Qadar bersih tidak panas dan tidak pula sejuk.
Qadhi ‘Iyad telah mengatakan ada dua pendapat mengenai matahari yang terbit tanpa cahaya iaitu:
1) Ia merupakan tanda penciptaan Allah SWT.
2) Menunjukkan bahawa kerana terlalu banyak para malaikat yang berzikir kepada Allah pada malamnya dan mereka turun ke bumi yang menyebabkan sayap-sayap dan tubuh  mereka yang halus  menutupi dan menghalangi matahari dan cahayanya.
Daripada hadis-hadis di atas bolehlah kita buat kesimpulan bahawa antara tanda-tanda lailatul qadar ialah :
a. Pada malamnya keadaan bersih dengan cuaca tidak sejuk dan tidak pula panas.
b. Malamnya tenang yang mana terang dan angin tidak bertiup sebagaimana biasa dan awan agak nipis.
c. Malamnya tidak turun hujan dan bintang pula tidak bercahaya seolah-olah tidak timbul.
d. Pada siangnya pula matahari terbit dalam keadaan suram.
faktor-mencari-lailatul-qadar
Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar
Diantara kita mungkin pernah mendengar tanda-tanda malam lailatul qadar yang telah tersebar di masyarakat luas. Sebagian kaum muslimin awam memiliki beragam khurafat dan keyakinan bathil seputar tanda-tanda lailatul qadar, diantaranya: pohon sujud, bangunan-bangunan tidur, air tawar berubah masin, anjing-anjing tidak menyalak, dan beberapa tanda yang jelas batil dan rosak. Maka dalam masalah ini keyakinan tersebut tidak boleh diyakini kecuali berdasarkan atas dalil, sedangkan tanda-tanda di atas sudah jelas kebatilannya kerana tidak adanya dalil baik dari al-Quran ataupun hadis yang menjelaskannya. Maka bagaimanakah tanda-tanda yang sebenar berkenaan dengan malam yang mulia ini ?
Nabi sollallahu’alaihi wa sallam pernah menggambarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, iaitu:
1. Udara dan suasana pagi yang tenang
Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah sollahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang suria terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)
2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya
Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah sollahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar terang” (HR Muslim)
3. Terkadang terbawa dalam mimpi
Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum
4. Bulan nampak separuh bulatan
Abu Hurairah radliyallahu’anhu pernah berkata: Kami pernah berbincang tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah solallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,
“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.”(HR. Muslim)
5. Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang .
Sebagaimana sebuah hadit, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi syaitan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)
6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lazatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.
Wallahua’lam

SEKILAS TENTANG NUZULUL QUR'AN

Puji syukur atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan Allah Swt. kepada semua makhluk semesta alam. Karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kita bisa menikmati kemuliaan yang sempurna, yaitu berupa nikmat iman, islam dan ihsan yang disampaikan melalui kitab al-Quran sebagai pedoman hidup. Selain itu hidayah yang berupa jalan yang terang benerang dan jalan yang lurus.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar Muhammad Saw. Yang telah menuntun kita dari jalan yang penuh dengan kegelapan menuju jalan yang penuh dengan gemerlapan cahaya keimanan. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di yaumul kiyamah dengan barokahnya Nabi Muhammad Saw.
Kali ini penulis akan memberikan ulasan sedikit tentang Nuzulul Quran, yang mana kita ketahui, bahwa nuzulul quran merupakan peristiwa diturunkannya al-Quran kepada Nabi agung Muhammad Saw. Seperti yang telah di firmankan Allah sebagai berikut:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -١٨٥
Artinya: ”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.Al-Baqarah: 185).
Menurut ayat di atas, Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran dan di dalam hadits bahwa pada bulan Ramadhan telah di turunkan kita-kita yang lain yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad. Yang mana lembaran-lembaran atau suhuf itu diberikan kepada masing-masing nabi yang bersangkutan secara sekaligus dari Baitul Izzah ke langit dunia yaitu di malam lailatul qadar. Serperti pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dan Abu Said dari Imran Abul Awwam, dari Qatadah, dari Abul Falih, dari Abul Iswa, mengatakan:
أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَهِيْمَ فِي اَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتِّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ, وَالْإِنْجِيْلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ, وَاَنْزَلَ اللهُ الْقُرْاَنَ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِيْنَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ.
Artinya: lembaran-lembaran nabi Ibrahim diturunkan pada permulaan malam Ramadhan dan kitab Tauarat diturunkan pada tanggal enam Ramadhan, dan kitab Injil diturunkan pada tanggal tiga belas Ramadhan, sedangkan al-Quran diturunkakn pada tanggal duapuluh empat Ramadhan.
Setelah diturunkan dari Baitul izzah diturunkan ke langit dunia secara langsung, kemudian diturunkan kepada nabi Muhammad secara berangsung-angsur (mutawatir) sesuai dengan keadaan dan kejadian-kejadiannya.
Begitu mulianya al-Quran tersebut, sehingga banyak masyarakat yang memperingati Nuzulul Quran. Mulai dari tanggal 15 sampai tanggal 24 Ramadhan. Bahkan kegiatan untuk memperingatinyapun bermacam-macam. Mulai dari khataman Quran secara sendiri-sendiri maupun kelompok, menggelar tabligh akbar dengan bertemakan Nuzulul Quran, dll yang dilakukannya setiap tahunan. maka seiring dengan kemajuan zaman, peringtan Nuzulul Quran sudah menjadi tradisi yang membudaya.
Pengertian Nuzulul Quran
Istilah ”“Nuzulul Qur’an”” berasal dari bahasa Arab, terdiri dari dua kata, yaitu ”Nuzul”, yang mempunyai arti ”turun” dan/atau ”maqam yang yang tinggi” yang terdapat pada  (Q.S. an-Nisa: 105, al-Baqarah: 176, al-an am: 92) dan ”al-Qur’an”, yakni al-Qur’an (bacaan). Jadi, secara harfiah ”“Nuzulul Qur’an”” artinya turunnya al-Qur’an. Pengertian secara harfiah ini dinisbahkan kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul, yang kemudian diakhiri oleh nabi sekaliar Rasul Muhammad. Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Turunnya al-Quran dari Allah SWT kepada Rasullullah SAW diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan. Menurut bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja iqro yang berarti bacaan. “Quran” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Karena Al-Qur’an bukan saja harus di baca oleh manusia, tetapi juga karena dalam kenyataannya selalu dibaca oleh yang mencintainya. Baik pada waktu shalat maupun di luar shalat. Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Qiyamah: 17 – 18:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ -١٧- فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ -١٨
Artinya: ‘Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. karena itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya”.
Adapun definisi Al Qur’an menurut istilah ialah: “Kalam Allah Swt. sebagai mukjizat yang diturunkan (diwahyukan ) kepada Nabi Muhammad dan ditulis di dalam mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”. Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad Saw. tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an. Menurut Syaikh Muhammad Khudlari Beik, Al-Qur’an ialah firman Allah SWT yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk difahami isinya dan diingat selalu, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang sudah ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas. Dalam definisi tersebut di atas bahwa Al-Qur’an mengandung unsur –unsur Sebagai berikut :
  1. Lafadz-lafadznya berbahasa arab
  1. Ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al -Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas.
  2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
  3. Disampaikan secara mutawatir
Dr. Subhi Al-Shalih dalam “Mabahits fi Ulum Al -Qur’an” merumuskan definisi Al-Qur’an yang dipandang dapat diterima oleh mayoritas ulama terutama ahli bahasa, ahli fiqih dan ahli ushul fiqih, sebagai berikut: “al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang bersifat/berfungsi mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir dan yang dipandang beribadah membacanya2. Dari definisi yang dikemukanan di atas, bahwa pada intinya al-Qur’an itu adalah merupakan firman Allah. Perbedaan yang terjadi hanyalah dalam memberikan sifat-sifat dari firman Allah tersebut sehingga menjadi lebih spesifik dan tidak tertukar dengan firman-firman Allah selain al-Qur’an.
Proses Turunnya al-Quran
Menurut Adh-Dhuhhak menceritakan dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan: al-Quran diruturunkan secara keseluruhan dari sisi Allah dari Lauhul Mahfuzh melalui para malaikat mulia, penulis di langit dunia, lalu para malaikat itu menyampaikannya kepada Jibril secara berangsur-angsur delama 20 tahun, kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi Muhammad Saw. secara berangsur selama 20 tahun.
Menurut al-Raghib, pada dasarnya ”Nuzul” itu mempunyai arti turunnya suatu benda (materi) dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Akan tetapi “Nuzulul Qur’an” tidak berarti demikian. Hal tersebut dikarenakan Allah Swt adalah satu zat non-materi yang tidak bertempat (tidak terbatasi oleh ruang), karena itu Nuzulul Quran haruslah diartikan dengan makna lain. Makna al-Qur’an itu sendiri menurut ahli tafsir adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad secara mutawatir selama 23 tahun. Begitu juga ahli fiqh mengartikan al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjadi mukjizat Nabi, lafadznya secara mutawatir yang ditulis dalam mushaf al-Quran diawali surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-naas. Dengan demikian makna ”“Nuzulul Qur’an”bukan berarti jatuhnya/turunnya al-Qur’an dari langit ke bumi begitu saja dalam bentuk mushaf yang sering kita baca seperti saat ini.
Dalam beberapa ayat al-Qur’an dijelaskan bahwa sebelum al-Qur’an berbentuk menjadi ayat/teks/lapazh dalam mushaf/kitab, eksistensi al-Qur’an telah ada di maqam yang tinggi di sisi Allah swt. Artinya, bahwa al-Qur’an ini mempunyai satu eksistensi yang berada dalam maqam yang tinggi, yang dari sanalah dia diturunkan.
Dalam al-Qur’an surah al-Wâqi’ah, ayat 77-80 tertulis:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ -٧٧- فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ -٧٨- لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ -٧٩- تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ -٨٠
Artinya: “Sesungguhnya al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh). Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Rabbil ‘alamiin.” (Q.S. al-Waqiah: 77-80).
Ayat tersebut mengandung makna bahwa al-Qur’an yang sangat agung itu diturunkan kepada Nabi Muhammad yang mana di dalam kita tersebut terdapat ayat-ayat yang sangat terpelihara dan dihormati. Karena mulianya al-Quran tersebut, maka tidak ada yang boleh menyentuhnya di sisi Allah kecuali orang yang sudah di sucikan (yaitu orang-orang islam yang suci dari hadas besar maupun kecil), karena kita itu diturunkan dari Rabb seru sekalian alam yang memeliharanya sehingga tidak mengandung keraguan. bukan seperti anggapan orang-orang dari kaum majusi maupun kaum munafik.
 Di dalam ayat lain tertulis:
حم -١- وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ -٢- إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ -٣- وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ -٤
Artinya: “Haa Miim. Demi kitab (al-Qur’an) yang jelas. Sesungguhnya Kami menjadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan sesungguhnya al-Qur’an itu dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (Q.S. az-Zukhruf: 1-4)
Ayat tersebut juga mengandung arti bahwa al-Qur’an bertuliskan Arab  dan menggunakan bahasa Arab di sisi Allah adalah satu eksistensi yang sangat mulia lagi terjaga yang tersimpan dalam Ummul Kitab/ Lauh Mahfuzh, dan eksistensi mulia tersebut kemudian dijadikan dalam bentuk al-Qur’an yang kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
 Jadi, al-Qur’an sebelum diturunkan kepada Rasululullah Saw, disimpan terlebih dahulu di suatu tempat yang bernama Lauh al-Mahfudz (Q.S. Al-Burûj: 21-22). Bukan hanya al-Qur’an, seluruh kejadian yang telah, sedang dan akan terjadi di alam ini pun telah dicatat di tempat tersebut. Tentang Lauh al-Mahfudz, Imam Alusi berkata, ”Kami mempercayainya tanpa harus mencari hakikatnya maupun bagaimana pencatatan didalamnya”. Dari Lauh al-Mahfudz.
Secara implisit dalam surat al-Baqarah ayat 185, al-Dukhân ayat 3 dan al-Qadar ayat 1 dijelaskan bahwa al-Qur’an turun secara langsung dan utuh pada malam Lailatul Qadar. Turunnya al-Qur’an pada malam tersebut, masih berdasarkan teks ayat di atas, tidak seperti turunnya al-Qur’an kepada Rasulullah Saw. Karena al-Qur’an turun kepada Rasulullah Saw secara berangsur-angsur selama masa kenabian, sedang makna implisit dari ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an turun secara langsung dan utuh di suatu tempat. Tempat tersebut terletak di langit dunia yang bernama “Baitul Izzah” sebagaimana riwayat Ibnu Abbas: ”al-Qur’an diturunkan (dari Lauh al-Mahfudz) dalam satu tempo ke langit dunia pada malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur (ke bumi) selama 20 tahun”. (HR. Hakim dan Baihaqy). Ringkasnya, perjalanan al-Qur’an dari Lauh al-Mahfudz tidak langsung ke bumi, melainkan “transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah. Demikian pendapat mayoritas ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an. Kendati demikian tidak semua ulama sependapat dengan pendapat di atas.
Imam Zarkasyi mengklasifikasi 3 pendapat ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an sebagai berikut:
  1. Dari Lauh al-Mahfudz, Al-Qur’an turun ke Baitul Izzah pada satu malam Lailatul Qadar secara langsung (munajjam), kemudian turun berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama, semisal Imam As-Suyûthî, Thabarî, Qurthubî, Abu Syahbah dll.
  2. Dari Lauh al-Mahfudz, Al-Qur’an turun ke Baitul Izzah selama 20 malam Lailatul Qadar, ada yang berpendapat selama 23 bahkan 25 malam Lailatul Qadar. Pada setiap malam Lailatul Qadar, Allah Swt. menurunkan beberapa ayat untuk setahun sampai tiba malam Lailatul Qadar selanjutnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Muqatil, Imam Abdullah al-Halimî dan Mawardî.
  3. Al-Qur’an mulai diturunkan –dari Lauh al-Mahfudz – kepada Rasulullah Saw. pada malam Lailatul Qadar tanpa “transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah (karena kelompok pendapat ini tidak mengakui adanya Baitul Izzah). Yang termasuk dalam kelompok pendapat ini yaitu Sya’bî, Muhammad Abduh, Rasyid Ridhâ dan Ibnu Asyur.
Terlepas dari perbedaan di atas, mayoritas umat Islam percaya bahwa Allah Swt menurunkan al-Qur’an (kitab samawi yang diturunkan untuk terakhir kalinya) dengan cara menurunkan lafazh dan kalimat-kalimat nafsi dengan gaya bahasa Arab yang kemudian diturunkan ke dalam kalbu Rasulullah Saw. Kemudian dikarenakan pengetahuan Rasulullah Saw terhadap makna dan arti lafazh dan kalimat-kalimat tersebut melalui dalalah i’tibari, maka dengan perantara itulah beliau tahu akan lafazh dan kalimat-kalimat tersebut dan dengan jalan inilah beliau menerima wahyu Ilahi. Setelah itu barulah Rasulullah Saw menyampaikan lafazh dan kalimat-kalimat tersebut dengan lisannya yang suci sesuai dengan lafazh dan kalimat-kalimat dengan arti aslinya. Dan dari sinilah ia disebut dengan Kalam Ilahi dan juga sebagai Mukjizat yang paling besar.
Ringkasnya, bahwa kitab al-Qur’an yang dibaca umat Islam tidak turun begitu saja dari langit, tetapi merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara wahyu, yang diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Riwayat yang lain menjelaskan dalam kitab shahih sirah nabi: beliau berdiam diri di gua itu beberapa malam, hingga apabila habis perbekalan beliau pulang kerumahnya untuk mengambil bekal untuk persiapan beberapa malam berikutnya. Hingga pada siang hari senin bulan Ramadhan. Jibril mendatangi beliau pertama kali dengan tiba-tiba di dalam gua Hira. Aisyah meriwayatkan dari Rasulullah, beliau bersabda: lalu tiba-tiba datang malaikat kepadaku di dalam gua itu dan berkata: bacalah!, aku menjawab aku tidak bisa membaca, lalu ia memegangiku dan memelukku kuat-kuat sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku dan berkata: bacalah!, aku menjawab: aku tidak bisa membaca, lalu ia memegangiku dan memelukku kuat-kuat untuk kedua kalinya sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku dan berkata: (Q.S. al-Alaq: 1-5). (Fathul Bari 1: 24).
Adapun tanggal 17 Ramadhan yang selama ini dijadikan sebagai peringatan “Nuzulul Qur’an”, erat kaitannya dengan ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat tersebut diturunkan ketika Rasulullah Saw berada di Gua Hira’, yaitu sebuah gua di Jabal Nur, yang terletak kira-kira tiga mil dari kota Mekah. Ini terjadi pada malam Senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari usia Rasulullah 13 tahun sebelum Hijriyah. Bertepatan dengan bulan Juli tahun 610 M. Malam turunnya permulaan al-Quran tersebut terjadi pada ‘lailatul qodar” atau ‘lailatul mubarakah”, yaitu suatu malam kemuliaan penuh dengan keberkahan.
Mengetahui makna dan hakikat “Nuzulul Qur’an” merupakan sebagian hal penting yang harus diketahui umat Islam, agar menambah keteguhan iman kepada kitab Allah SWT berupa al-Qur’an. Tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan manusia. Persoalan inilah yang menjadi keprihatinan sekaligus perhatian kita bersama, mengingat realitas kehidupan umat Islam (sebagai umat mayoritas di Indonesia) dari hari kehari semakin jauh dari al-Qur’an. Coba kita perhatikan dan buktikan, apakah setiap keluarga muslim menyimpan al-Qur’an di rumahnya?. Diduga jawabannya adalah ”tidak”. Apakah keluarga muslim yang mempunyai kitab al-Qur’an telah mampu membaca kitab suci itu? Diduga jawabannya adalah ”belum”. Apakah setiap muslim yang membaca al-Qur’an mengetahui arti dan makna kandungannya? Jawabannya adalah ”belum”. Apakah setiap muslim yang memahami kandungan al-Qur’an mampu mengimplementasikan nilai-nilai al-Qur’an dalam sikap dan perilaku hidupnya?. Sekali lagi jawabannya diduga serupa dengan sebelumnya.
Merupakan kewajiban setiap orang yang mengaku dirinya muslim untuk senantiasa menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupanya di dunia. Wallahu a’lam. Dari berbagai sumber

UWAIS AL-QARNI “Hamba Yang Sangat Terkenal Di Langit & Tak Terkenal Di Dunia



Rasulullah Saw bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau Saw bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Swt, lalu dia berdo’a kepada Allah Swt, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”
Uwais Al Qarni adalah seorang anak dari Amir, sehingga dia mempunyai nama lengkap Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Dan para ahli sejarah tidak menceritakan tanggal dan tahun berapa beliau dilahirkan.
Dikalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tua, dan kehiduapannya yang amat sederhana dan zuhud yang sejati, beliau juga dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah Swt kepadanya.
Seorang pemuda yang mempunyai mata berwarna biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada karena kebiasaan selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan,
tiada seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia (Uwais al Qarni), jika bersumpah maka demi Allah pasti akan Ijabah/ terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan mendapat perintah oleh Allah Swt untuk memberikan syafa’atnya, ternyata Allah Swt memberikan kelebihan yang berupa izin untuk memberi syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor, yang semua dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais Al-Qarni”.
Ia tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin, banyak orang suka menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari desa Qorn – Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Yang masih tersisa hanyalah penglihatannya yang sudah kabur.. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing dan unta. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Beliau lahir dan besar di Yaman. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.Adz Dzahabi berkata mengenai beliau, “Seorang teladan yang zuhud, penghulu para tabi’in di zamannya, termasuk diantara wali-wali Allah yang shalih lagi bertaqwa, dan hamba-hamba-Nya yang ikhlas” (Siyar A’lam An Nubala’ 4/19)
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad Saw. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah Swt, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais al Qarni, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais al Qarni selalu merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran dari Nabi Muhammad Saw secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui kehidupan rumah tangga mereka dengan cara kehidupan menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais al Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedangkan ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah Saw menumbuhkan kerinduan yang sangat kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah Saw mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais al Qarni. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukannya adalah sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais al Qarni mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Saw di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais al Qarni, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi Saw di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais al Qarni menuju Madinah yang berjarak kurang lebih 400 kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi Muhammad Saw yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi Muhammad Saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais al Qarni. Segera saja Uwais al Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi Muhammad Saw sedang tidak berada di rumah melainkan sedang berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw dari medan peperangan.
Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Muhammad Saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi Muhammad Saw langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah Saw, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang mencari Nabi Saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah Saw bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau Saw, memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi Saw wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq R.a telah di lanjutkan kepada Khalifah Umar R.a.
Ketika Umar R.a menjabat sebagai Amirul Mukminin, khalifah Umar R.a teringat akan sabda Nabi Muhammad Saw tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali R.a untuk mencarinya bersama-sama.
Sejak saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a.
Suatu ketika ada rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam datang dan pergi silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?”
“Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais al Qarni, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah usang.”
Umar R.a berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah Saw pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun kepada Allah Swt untuk kalian, Lakukanlah…!”
Mendengar jawaban itu, khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar R.a dan sayyidina Ali R.a memberi salam. Namun rupanya Uwais al Qarni sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri sholatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Lalu Khalifah Umar R.a bermaksud hendak memastikannya terlebih dahulu,
Lantas beliau bertanya “Siapakah namamu wahai saudaraku ?” Tanya Umar R.a
“Abdullah”, jawab Uwais al Qarni.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Anda berdua sebetulnya siapa?”
Kami ini Amirul Mu’minin Umar bin Al- Khottob dan ini Ali”
Ketika itu barulah Uwais al Qarni kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Umar R.a melanjutkan, “Darimana kamu berasal..?”
“Dari Yaman” Jawab Uwais al Qarni
Kamu berasal dari Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar R.a.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar R.a bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’
Uwais al Qarniberkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.”
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais al Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu.
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo’a kepada Allah Swt sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni
Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar R.a. Ketika Umar R.a melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. Mohonkanlah ampun kepada Allah Swt untukku!”
Uwais al Qarni enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais al Qarni, Khalifah berkata: “Kami datang kesini atas wasiat dari Rasulullah Saw untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.
Uwais menjawab: “Do’aku bukan hanya untuk kalian berdua, namun untuk seluruh penghuni alam”.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar bagi kedua sahabat tersebut.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini.
Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais al Qarni untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais al Qarni menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Untuk hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan atau diketahui orang.”
Setelah kejadian itu, nama Uwais al Qarni kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais al Qarni , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya.
“Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu.
Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais al Qarni adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? “
Bukankah Uwais al Qarni yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.
KEISTIMEWAAN UWAIS AL QARNI
► Walaupun beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw, tetapi rohaninya selalu berhubungan.
► Pada hari kiamat nanti, dimana semua manusia akan dibangkitkan kembali, Uwais Al Qarni akan memberikan syafa’at kepada sejumlah manusia sebanyak domba yang dimiliki Rabi’ah dan Mundhar, demikian yang disabdakan Rasulullah Saw kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab.
► Beliau adalah seorang sufi yang amat sederhana, takut dan ta’at pada Allah Swt, ta’at pada Rasulullah Saw dan kedua orang tuanya. Pada waktu siang hari beliau selalu giat bekerja, tetapi walaupun beliau pada siang hari giat bekerja, mulutnya selalu membaca istighfar dan membaca ayat-ayat Al Quran.
► Setiap hari beiau selalu dalam keadaan lapar dan hanya memiliki pakaian yang melekat pada tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa beliau hidup sangat sederhana sekali. Daan dalam kesederhanaan itu beliau selalu berdo’a kepada Allah Swt, “Ya Allah, janganlah ENGKAU siksa aku karena ada yang mati kelaparan dan jangan pula ENGKAU siksa aku karena ada yang kedinginan”.
► Beliau selalu bersam Tuhan dan orang-orang yang lemah. Beliau dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang lemah dan membuat dirinya seperti mereka sebagaimana yang pernah diamalkan Rasulullah Saw.
Banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh seorang Uwais Al Qarni, hingga membuat Rasulullah Saw memerintahkan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk menemui Uwais sambil menyampaikan salam dari Rasulullah Saw.
Ketika Umar dan Ali berhasil menemui Uwais, terjadilah percakapan sebagaimana yang telah dituturkan oleh Abu Na’im Al Asfahani,
Umar ► “apa yang anda kerjakan disini.?”
Uwais ► “Disini saya bekerja sebagai penggembala”
Umar ► “Siapa sebenarnya anda ini.?”
Uwais ► “Saya adalah hamba Allah Swt
Umar ► “Semuanya sudah tahu, kita semua adalah hamba Allah Swt, izinkanlah kami mengetahui dan mengenal anda lebih dekat”
Uwais ► “Silahkan”

Umar dan Ali ► “Setelah kami perhatikan, kami mempunyai kesimpulan bahwa anda inilah orang yang pernah diceritakan Rasulullah Saw kepada kami, oleh karena itu berilah kami pelajaran dan do’akan kami agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat”.
Uwais ► “Saya tidak mendo’akan seseorang secara khusus. Setiap hari kami elalu mendo’akan kepada seluruh umat Islam. Siapa sebenarnya anda berdua ini.?”.
Ali ► “Beliau adalah Umar bin Khattab Amirul Mukminin dan saya adalah Ali bin Abi Thalib, kami berdua diutus Rasulullah Saw menemui anda dan menyampaikan salam dari Rasulullah Saw.
Uwais ► “Assalaamu ‘alaikum wahai Amirul Mukminin dan wahai Ali bin Abi Thalib, semoga Allah Swt selalu memberi kebaikan kepada tuan berdua atas jasa-jasa tuan kepada umat Islam”.
Umar ► “Berilah kami pelajaran yang bermanfaat wahai hamba Allah”.
Uwais ► “Carilah Rahmat Allah Swt dengan ta’at dan mengikuti dengan penuh pengharapan dan takutlah tuan kepada Allah Swt.”
Umar ► “Terima kasih atas pelajaran yang anda berikan pada kami yang sangat berharga ini. Dan kami telah menyediakan kepada anda seperangkat pakaian dan uang untuk tuan. Kami mengharapkan agar anda menerimanya.”
Uwais ► “Terima kasih wahai Amirul Mukminin, kami tidak menolak dan juga tidak membutuhkan apa yang tuan awa. Upah yang saya terima 4 dirham itu sangat berlebihan, sehingga sisanya saya berikan kepada ibuku. Sehari-hari saya hanya memakan buah korma dan minum air putih dan sayaini belum pernah memakan makanan yang dimasak. Kurasakan hidupku ini seolah-olah tidak sampai pada petang hari dan kalau tiba petang hari saya tidak merasa sampai pada pagi hari. Hati saya selalu mengingat Allah Swt dan sangat kecewa kalau tidak sampai mengingat-Nya.

Ada beberapa pokok pelajaran dari seorang Uwais al Qarni agar manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. “Seseorang akn memperoleh ketenangan dan ketenteraman jika hatinya selalu berdzikir kepada allah Swt dan tidak pernah terputus.” “Dan bahwa Hati itu hanyalah untuk Allah Swt, bukan untuk yang lainnya. Oleh karena itu kuasailah nafsu dan tundukkanlah secara penuh.”
SUBHANALLAH ….
Ternyata beliau tak terkenal di bumi , tapi terkenal di langit….
( wallohua'lam bishowwab )
Semoga kita mampu memetik hikmah dan teladan atas kisah ketakwaan ini.