Rasulullah
Saw bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau
Saw bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah
Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia
berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada
Allah Swt, lalu dia berdo’a kepada Allah Swt, lalu dia diberi
kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya.
Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”
Uwais Al Qarni adalah seorang anak dari Amir, sehingga dia mempunyai
nama lengkap Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan
di desa yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan
sebutan Uwais Al Qarni. Dan para ahli sejarah tidak menceritakan tanggal
dan tahun berapa beliau dilahirkan.
Dikalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta’at dan
berbakti kepada kedua orang tua, dan kehiduapannya yang amat sederhana
dan zuhud yang sejati, beliau juga dikenal sebagai orang sufi yang
mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah
Swt kepadanya.
Seorang pemuda yang mempunyai mata berwarna biru, rambutnya merah,
pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, dagunya menempel di dada karena kebiasaan selalu
melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan
kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan menangis,
pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu untuk
penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan,
tiada seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia (Uwais al Qarni), jika bersumpah maka demi Allah pasti akan
Ijabah/ terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah
dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu
dan mendapat perintah oleh Allah Swt untuk memberikan syafa’atnya,
ternyata Allah Swt memberikan kelebihan yang berupa izin untuk memberi
syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor, yang semua
dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais Al-Qarni”.
Ia tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin, banyak orang
suka menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai tukang
membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan
lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya lalu
memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan
baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu dikembalikan
lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang
menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau tidak dari
membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari desa Qorn – Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya
sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Yang
masih tersisa hanyalah penglihatannya yang sudah kabur.. Untuk
mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala
kambing dan unta. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar
menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia
pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya. Beliau lahir dan besar di Yaman.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh
dan buta tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap
melakukan puasa di siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.Adz
Dzahabi berkata mengenai beliau, “Seorang teladan yang zuhud, penghulu
para tabi’in di zamannya, termasuk diantara wali-wali Allah yang shalih
lagi bertaqwa, dan hamba-hamba-Nya yang ikhlas” (Siyar A’lam An Nubala’ 4/19)
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar
seruan Nabi Muhammad Saw. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk
menyembah Allah Swt, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais
al Qarni, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia
segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais al Qarni selalu
merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak tetangganya yang telah
memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran dari Nabi
Muhammad Saw secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman, mereka
memperbaharui kehidupan rumah tangga mereka dengan cara kehidupan
menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais al Qarni setiap melihat tetangganya yang
baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan
kekasih Allah penghulu para Nabi, sedangkan ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah Saw menumbuhkan kerinduan yang sangat
kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya
bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah
sang ibu yang jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah Saw mendapat
cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya.
Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais al Qarni. Ia segera memukul
giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukannya adalah
sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun ia belum
pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung
membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan
diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan
memandang wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan
tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam
menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais al Qarni mendekati ibunya,
mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi Nabi Saw di Madinah. Sang ibu, walaupun
telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais al Qarni, dan berkata : “Pergilah wahai
anakku ! temuilah Nabi Saw di rumahnya. Dan bila telah berjumpa,
segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan
keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada
tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais al
Qarni menuju Madinah yang berjarak kurang lebih 400 kilometer dari
Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun
pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan
dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras
baginda Nabi Muhammad Saw yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah
Nabi Muhammad Saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais al
Qarni. Segera saja Uwais al Qarni menanyakan Nabi yang ingin
dijumpainya. Namun ternyata Nabi Muhammad Saw sedang tidak berada di
rumah melainkan sedang berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang
perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada
di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw dari medan peperangan.
Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan ibunya yang sudah tua
dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus
lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan
suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi
Muhammad Saw.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah R.ha
untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk
Nabi Muhammad Saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi Muhammad Saw langsung menanyakan
tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad Saw menjelaskan
bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah
penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah Saw, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada
seseorang yang mencari Nabi Saw dan segera pulang kembali ke Yaman,
karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat
meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah Saw bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia
(Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda di tengah-tengah
telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau Saw, memandang kepada sayyidina Ali R.a dan
sayyidina Umar R.a dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu
dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit
dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi Saw wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq R.a telah di lanjutkan
kepada Khalifah Umar R.a.
Ketika Umar R.a menjabat sebagai Amirul Mukminin, khalifah Umar R.a
teringat akan sabda Nabi Muhammad Saw tentang Uwais al-Qarni, sang
penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali R.a
untuk mencarinya bersama-sama.
Sejak saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau
berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah
sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh khalifah Amirul
Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a.
Suatu ketika ada rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam datang dan pergi silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah,
“Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?”
“Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais al Qarni, “Kami
meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah
usang.”
Umar R.a berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah
Saw pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun kepada
Allah Swt untuk kalian, Lakukanlah…!”
Mendengar jawaban itu, khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan
sayyidina Ali R.a bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di
kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar R.a dan sayyidina Ali R.a
memberi salam. Namun rupanya Uwais al Qarni sedang melaksanakan sholat.
Setelah mengakhiri sholatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung
tersebut sambil bersalaman. Lalu Khalifah Umar R.a bermaksud hendak
memastikannya terlebih dahulu,
Lantas beliau bertanya “Siapakah namamu wahai saudaraku ?” Tanya Umar R.a
“Abdullah”, jawab Uwais al Qarni.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami
juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang
sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Anda berdua sebetulnya siapa?”
Kami ini Amirul Mu’minin Umar bin Al- Khottob dan ini Ali”
Ketika itu barulah Uwais al Qarni kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Umar R.a melanjutkan, “Darimana kamu berasal..?”
“Dari Yaman” Jawab Uwais al Qarni
Kamu berasal dari Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar R.a.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar R.a bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’
Uwais al Qarniberkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.”
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais al Qarni telah
meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan
kafilah dagang saat itu.
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo’a kepada Allah
Swt sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni
Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar R.a. Ketika Umar R.a melihat
hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah
orang yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. Mohonkanlah ampun kepada
Allah Swt untukku!”
Uwais al Qarni enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais al Qarni, Khalifah berkata: “Kami datang
kesini atas wasiat dari Rasulullah Saw untuk mohon do’a dan istighfar
dari anda”.
Uwais menjawab: “Do’aku bukan hanya untuk kalian berdua, namun untuk seluruh penghuni alam”.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat
kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar bagi kedua sahabat
tersebut.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini.
Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara
dari Baitul Mal kepada Uwais al Qarni untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais al Qarni menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba
mohon kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya.
Untuk hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini berjalan di
tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan atau diketahui orang.”
Setelah kejadian itu, nama Uwais al Qarni kembali tenggelam tak
terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di
tolong oleh Uwais al Qarni , waktu itu kami sedang berada di atas kapal
menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin
topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam
kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal
semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang
mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas
air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya.
“Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca
Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan
berkumpul di dekat itu.
Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami
semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke
dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di
kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim
oleh orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke
permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan.
Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada
orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah
pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba
sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa
ke tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana
ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang
yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut
mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya,
lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi
tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas
kuburannya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang
bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota
Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian
banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya, padahal Uwais al Qarni adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam
kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya
terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? “
Bukankah Uwais al Qarni yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah
para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya.
KEISTIMEWAAN UWAIS AL QARNI
► Walaupun beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw, tetapi rohaninya selalu berhubungan.
► Pada hari kiamat nanti, dimana semua manusia akan dibangkitkan
kembali, Uwais Al Qarni akan memberikan syafa’at kepada sejumlah manusia
sebanyak domba yang dimiliki Rabi’ah dan Mundhar, demikian yang
disabdakan Rasulullah Saw kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin
Khattab.
► Beliau adalah seorang sufi yang amat sederhana, takut dan ta’at
pada Allah Swt, ta’at pada Rasulullah Saw dan kedua orang tuanya. Pada
waktu siang hari beliau selalu giat bekerja, tetapi walaupun beliau pada
siang hari giat bekerja, mulutnya selalu membaca istighfar dan membaca
ayat-ayat Al Quran.
► Setiap hari beiau selalu dalam keadaan lapar dan hanya memiliki
pakaian yang melekat pada tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa beliau hidup
sangat sederhana sekali. Daan dalam kesederhanaan itu beliau selalu
berdo’a kepada Allah Swt, “Ya Allah, janganlah ENGKAU siksa aku karena
ada yang mati kelaparan dan jangan pula ENGKAU siksa aku karena ada yang
kedinginan”.
► Beliau selalu bersam Tuhan dan orang-orang yang lemah. Beliau dapat
merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang lemah dan
membuat dirinya seperti mereka sebagaimana yang pernah diamalkan
Rasulullah Saw.
Banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh seorang Uwais Al Qarni,
hingga membuat Rasulullah Saw memerintahkan kepada Umar bin Khattab dan
Ali bin Abi Thalib untuk menemui Uwais sambil menyampaikan salam dari
Rasulullah Saw.
Ketika Umar dan Ali berhasil menemui Uwais, terjadilah percakapan sebagaimana yang telah dituturkan oleh Abu Na’im Al Asfahani,
Umar ► “apa yang anda kerjakan disini.?”
Uwais ► “Disini saya bekerja sebagai penggembala”
Umar ► “Siapa sebenarnya anda ini.?”
Uwais ► “Saya adalah hamba Allah Swt
Umar ► “Semuanya sudah tahu, kita semua adalah hamba Allah Swt, izinkanlah kami mengetahui dan mengenal anda lebih dekat”
Uwais ► “Silahkan”
Umar dan Ali ► “Setelah kami perhatikan, kami mempunyai kesimpulan
bahwa anda inilah orang yang pernah diceritakan Rasulullah Saw kepada
kami, oleh karena itu berilah kami pelajaran dan do’akan kami agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat”.
Uwais ► “Saya tidak mendo’akan seseorang secara khusus. Setiap hari kami
elalu mendo’akan kepada seluruh umat Islam. Siapa sebenarnya anda
berdua ini.?”.
Ali ► “Beliau adalah Umar bin Khattab Amirul Mukminin dan saya adalah
Ali bin Abi Thalib, kami berdua diutus Rasulullah Saw menemui anda dan
menyampaikan salam dari Rasulullah Saw.
Uwais ► “Assalaamu ‘alaikum wahai Amirul Mukminin dan wahai Ali bin Abi
Thalib, semoga Allah Swt selalu memberi kebaikan kepada tuan berdua atas
jasa-jasa tuan kepada umat Islam”.
Umar ► “Berilah kami pelajaran yang bermanfaat wahai hamba Allah”.
Uwais ► “Carilah Rahmat Allah Swt dengan ta’at dan mengikuti dengan penuh pengharapan dan takutlah tuan kepada Allah Swt.”
Umar ► “Terima kasih atas pelajaran yang anda berikan pada kami yang
sangat berharga ini. Dan kami telah menyediakan kepada anda seperangkat
pakaian dan uang untuk tuan. Kami mengharapkan agar anda menerimanya.”
Uwais ► “Terima kasih wahai Amirul Mukminin, kami tidak menolak dan juga
tidak membutuhkan apa yang tuan awa. Upah yang saya terima 4 dirham itu
sangat berlebihan, sehingga sisanya saya berikan kepada ibuku.
Sehari-hari saya hanya memakan buah korma dan minum air putih dan
sayaini belum pernah memakan makanan yang dimasak. Kurasakan hidupku ini
seolah-olah tidak sampai pada petang hari dan kalau tiba petang hari
saya tidak merasa sampai pada pagi hari. Hati saya selalu mengingat
Allah Swt dan sangat kecewa kalau tidak sampai mengingat-Nya.
Ada beberapa pokok pelajaran dari seorang Uwais al Qarni agar manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
“Seseorang akn memperoleh ketenangan dan ketenteraman jika hatinya selalu berdzikir kepada allah Swt dan tidak pernah terputus.”
“Dan bahwa Hati itu hanyalah untuk Allah Swt, bukan untuk
yang lainnya. Oleh karena itu kuasailah nafsu dan tundukkanlah secara
penuh.”
SUBHANALLAH ….
Ternyata beliau tak terkenal di bumi , tapi terkenal di langit….
( wallohua'lam bishowwab )
Semoga kita mampu memetik hikmah dan teladan atas kisah ketakwaan ini.